Oleh : Zen Lelangwayang (Alumni FKIP Universitas Pattimura Ambon)
MALUKUnews: Pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) memaksakan kementrian pendidikan dan kebudayaan melaksanakan upacara memperingati Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) 2 mei 2020 secara online.
Momentum Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) kemarin yang diadakan secara online, menjadi sesutu hal yang perlu digaris bawahi bahwa dengan mewabahnya Corona virus disease 2019 (Covid-19). Semua aktivitas masyarakat Indonesia bahkan Dunia mengalami transformasi secara besar-besaran keranah digital hal ini kita istilahkan dengan digital society.
Virus yang sedang mewabah hampir diseluruh dunia ini tidak hanya berdampak kepada kondisi kesehatan dunia atau Indonesia, tetapi menyisir ke ekonomi kita, sosial, agama, olahraga bahkan ke dunia pendidikan yang saat ini bisa di saksikan sendiri. Bagaimana Covid-19 dapat merubah semua aktivitas pendidikan kita saat ini.
Bertolak dengan fenomena yang ada, kita kemudian disadarkan bahwa dunia pendidikan hari ini didorong untuk lebih cepat memasuki era baru yang mengandalkan teknologi internet. Semua aktivitas pendidikan entah itu birokrasinya maupun proses pembelajarannya di era pandemi Covid-19, dituntut untuk lebih memanfaatkan teknologi yang ada karena semuanya berjarak (Social Distancing).
Rapat-rapat dikementrian pendidikan bahkan sampai pada dinas pendidikan di kabupaten dan kota, dilakukan secara daring. Tidak hanya pada aktivitas birokrasi, kegiatan belajar dan mengajar pun di paksakan untuk daring atau online, para siswa dan guru memanfaatkan aplikasi google classroom, bahkan whatsapp untuk ruang belajar, ada juga siswa di himbau untuk belajar pada salah satu stasiun televisi nasioal dan Radio Republik Indonesia (RRI).
Pihak birokrasi kementrian pendidikan, bahkan sampai pada level sekolah dalam hal ini dewan guru memanfaatkan zoom cloud meeting atau google meet untuk telekonfrensi. Perkembangan teknologi yang ada dimanfaatkan sebaik munkin oleh masyarakat pendidikan kita sebagai ihktiar dalam menyiasati kondisi corona virus disease 2019 hari ini.
Ada media nasional yang merekam aktivitas pendidikan didaerah ditengah pandemi Covid-19, yang mengabarkan bahwa memang pendidikan di Indonesia akan masuk era baru dengan mengandalkan teknologi internet seperti yang di lansir oleh kompas. Tim kompas merekam aktivitas pendidikan di pamulang (TANGSEL), Mataram (NTB) dan Flores Timur (NTT) yang dilakukan secara daring, ada yang menggunakan whatsapp group bahkan ada juga yang sudah mengembangkan aplikasi khusus.
Memang tidak semua daerah di indonesia bisa melakukan aktivitas pembelajaran jarak jahu ditengah pandemi ini dengan memanfaatkan teknologi internet secara optimal, kita sadari bahwa ihwal infrastruktur sekolah, belum lagi soal kemampuan guru mengajar dalam jaringan (daring), serta ketersedian ponsel pintar (smartphone).
Keterbatasan infrastruktur yang masih banyak, tapi kita dapat saksikan bahwa banyak sekolah sedang berusaha menjalankan pembelajaran jarak jahu. Karena kondisi ini memaksakan para guru dan siswa harus bermutasi dan mengenal serta menggunakan teknologi aplikasi untuk belajar jarak jahu. Misalnya, Whatsapp Group, Zoom Cloud Meeting, Google Clasroom, Google Form dan e-mail semua fiture dimanfaatkan dengan kondisi masing-masing.
Banyak kalangan menyebut situasi yang ada sekarang dengan sebutan era disrupsi teknologi atau ada semacam mutasi dari satu tatanan kehidupan ke tatanan kehidupan yang baru dan ini sudah terjadi sebelum pandemi covid-19, tapi lebih menyentuh kepersoalan sosial dan ekenomi. Sekarang di era pandemi ini, pendidikan secara sadar kita katakan terdisrupsi dan ini menuju era baru, maka pasca pandemi ini kemunkinan akan ada transformasi besar-besaran pada dunia pendidikan.
Kita menyadari bahwa etitude atau perilaku manusia bisa dipengaruhi lewat perkembangan teknologi, ekspresi dan eksistensi manusia terfasilitasi melalui berbagai ragam media daring. Sangat munkin perubahan perilaku juga mempengaruhi pendidikan. Maka ditengah merebaknya pendemi Covid-19 di Indonesia ini bisa disaksikan sendiri bagaimana kita dipaksakan menggunakan teknologi, guru, siswa dan orang tua terkoneksi dan saling berkolaborasi.
Pembelajaran jarak jahu dengan memanfaatkan daring atau online di era pandemi Covid-19 ini merupakan sebuah transformasi besar-besaran di dunia pendidikan kita. Kita harus juga perlu bersyukur bahwa runtuhnya ekologi kemudian hadirnya wabah semisal virus corona, ini dapat membuat manusia bermutasi ke satu tatanan kehidupan yang baru dengan memanfaatkan teknologi internetan yang ada.
Jika tradisi aktivitas pembelajaran secara daring bertahan hingga Corona Virus Disease 2019 ini berakhir, maka tidak jadi soal sebab secara infrastruktur pendukung kita sudah siap dalam menghadapi era digitalisasi. PGRI sendiri sedang berusaha menyiapkan kapabilitas dan literasi guru, agar siap menghadapi teknologi digital. Salah satu bentuk pelatihan yang sedang dikembangkan adalah pedagogi siber. Setelah pandemi ini berakhir, teknologi informasi akan berperan sangat signifikan bagi dunia pendidikan.
Apakah infrastruktur kita sudah siap memfasilitasi ?
Secara sadar kita katakan bahwa internet telah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Pemerintah pusat melalui kementrian komunikasi dan informatika (kominfo) mengaku sedang mempersiapkan infrastruktur agar koneksi internet cepat segara tersedia di Indonesia.
Infrastruktur yang dimaksud adalah pembangunan pala Ring 2, ini bertujuan untuk mempercepat tersedianya infrastruktur yang mendukung koneksi internet cepat di seluruh wilayah Indonesia. Tahun 2014 palapa Ring 2 telah menyambungkan kabel fiber optik dari manado ke ternate dan ternate ke papua, pernyataan menkoinfo tifatul sembiring pada acara INAICTA 2013 di Jakarta Convention Center (JCC) pada hari sabtu 31 Agustus.
Di era pak mentri tifatul mengaku bahwa tidak hanya koneksi broadband dan palapa Ring 2 tetapi kominfo juga punya program pembangunan seribu Wifi di seluruh Indonesia, jumlah itu di luar milik telkom yang direncanakan 1 juta Wifi dan itu tentunya untuk kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia seperti pada dunia pendidikan serta untuk kebutuhan lainnya. Ini tujuannya agar koneksi internet bisa dirasakan masyarakat luas.
Di era mentri kominfo Rudiantara tentunya pada kabinet jilid satu jokowi dan jusuf kala, banyak hal yang sudah dilakukan untuk menghubungkan seluruh indonesia dengan internet ini terobosan pemerataan akses. Kebijakan kominfo di era jokowi untuk daerah non komersil atau 3T di bangun dengan memprioritas dunia pendidikan. Kata mentri Rudiantara sejauh ini ada 2700 titik akses internet khususnya sekolah. Dari total 226 ribu sekolah SMP dan SMA (Sumber web kominfo).
Artinya sejauh ini infrastruktur untuk memfasilitasi aktivitas masyarakat Indonesia di era digitalisasi sedang diupayakan untuk merata di seluruh indonesia, di daerah timur misalnya kita bisa terhubung dengan internet ketika kita berada di taman kota, di ruang terbuka hijau atau di tempat-tempat umum lainnya, bahkan pada tingkat desa, melalui pemerintah desa sudah disiapkan Wifi di kantor desa dan bisa diakses oleh masyarakat sekitar ini entitas atau wujud dari kesiapan kita menghadapi era digitalisasi.
Kata mentri kominfo Rudiantara, ditargetkan pada tahun 2020 ada sekitar 20 ribu desa yang saat ini belum tersentuh internet akan bisa terhubung dengan internet itu di ungkapkan disela – sela kunjungan kerja di Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao Nusa Tenggara Timur, juni 2018.
Selain melalui satelit high throughput yang kini sudah memiliki slot orbital, Rudiantara menjelaskan penyediaan koneksi antar desa juga di bantu oleh palapa Ring. Pala Ring di bangun dengan jaringan kabel laut sepanjang 250 kilometer dan lebih dari 1000 kilometer kabel darat, termasuk microwave (gelombang mikro).
Jadi di era presiden jokowi dodo ada enam infrastruktur telekomunikasi yang di bangun untuk menghadapi era teknologi saat ini (di kutif dari katadata.co.id/26 oktober 2018) di antaranya. Pertama proyek palapa Ring, jaringan kabel serat optik paket barat sudah mencapai 100 % dan tengah 98 % sementara paket timur sudah terbangun 74 %. Kedua infrastruktur yang di bangun adalah Base Transceiver Station (BTS) di 855 lokasi di daerah perbatasan Indonesia. Pembangunan ini terdiri dari 433 di derah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), 316 di lokasi prioritas perbatasan dan 95 non komersial.
Ketiga membangun akses internet di 2.757 lokasi. Sebabnyak 306 atau 11 % di antaranya di bangun di lokasi prioritas di perbatasan dan 2.451 di bangun di daerah tertinggal. Ke empat, membangun infrastruktur penyiaran berkolaborasi dengan Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) di 39 lokasi.
Kelima, membangun satelit multifungsi (High Throughput Satelit/HTS) yang kapasitasya mencapai 150 Gbps di 149.400 lokasi, ini dibangun di lokasi yang secara geografis tidak munkin di jangkau kabel. Jadi solusi satu-satunya pakai satelit. Dan yang keenam, penataan spektrum radio. Hal ini dalam rangka penyediaan serta penignkatan kualitas dan kapasitas layanan mobile broadband sebesar 246 megahertz (MHz) atau 70 % dari target 350 MHz sepanjang 2015-2019. Tambahan ini terdiri dari 156 MHz pada 2015, 26 MHz di 2016 dan 55 MHz di 2017.
Alhasil, cakupan sinyal 4G di Indonesia sudah mencapai 73 %. Sementara di kota – kota besar, cakupan 4G mencapai 79 %. Jika melihat kesiapan dan kerja keras kominfo, maka indonesia telah siap menghadapi era digitalisasi yang ada. Jika akan ada transformasi besar-besaran di dunia pendidikan, maka sekolah – sekolah yang ada di Indonesia sudah siap karena infrastruktur internet sudah terfasilitasi. (***)
Discussion about this post