Tomorala, Jakarta: Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyebutkan, tiga jenis pelanggaran berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Menurutnya, tiga jenis pelanggaran itu antara lain: pelanggaran administrasi pemilu, pidana pemilu, dan kode etik penyelenggara pemilu.
“Tiga jenis pelanggaran ini menjadi kewenangan Bawaslu untuk memeriksanya,” sebutnya di hadapan Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) di Jakarta, Sabtu (22/6/2019).
Dia menjelaskan, dari ketiga jenis pelanggaran tersebut, Bawaslu lalu membahas, mengkonsultasikan, dan menerbitkan peraturan penyelesaikan pelanggaran dan penegakan hukum pemilu. Dia bilang, ada aturan teknis berupa Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu, Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu, dan Perbawaslu Nomor 31 Tahun 2018 tentang Sentra Penegakkan Hukum terpadu.
Bawaslu mencatat sekitar 15.052 pelanggaran selama tahapan Pemilu 2019. (Lihat: Data Pelanggaran Pemilu Tahun 2019 per 20 Mei 2019). “Baik karena laporan, maupun temuan pengawas pemilu,” tunjuknya.
Bagi Ratna jumlah pelanggaran tersebut menandakan pemilu belum mencapai titik ideal secara penuh. Dia merasa ada dua alat ukur indikator kualitas Pemilu. “Indikator proses dan hasil,” jelas satu-satunya perempuan dari lima anggota Bawaslu ini.
Secara sederhana, indikator proses dilihat dari penyelenggaraan pemilu yang sudah dirancang KPU sesuai Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017. Proses pemilu, lanjutnya, dilaksanakan sesuai dengan aturan dan asas pemilu, yaitu langsung, bebas, umum, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil). “Tapi kalau yang subtantif atau jika kita ingin mencapai ruhnya demokrasi adalah asas jujur dan adil,” sebut Ratna.
Ratna mengingatkan teori input-output terkait hubungan proses dan hasil Pemilu. “Jika prosesnya baik, maka hasilnya (Pemilu) juga baik,” terang perempuan asal Palu tersebut.
Dia menambahkan, bukan hanya penyelenggara pemilu yang wajib mengawal proses pemilu, melainkan semua pihak memiliki kepentingan mengawal proses pemilu. “Karena output pemilu bukan untuk kepentingan Bawaslu, tetapi demi kepentingan rakyat,” sebutnya.
Dalam menjalankan fungsi dan kewenangan, sebut Ratna, Bawaslu selalu melibatkan masyarakat guna memenuhi semangat partisipasi masyarakat dalam pemilu. “Karena rakyatlah yang menentukan siapa yang menjadi presiden, wakil presiden, anggota DPD, DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota,” pungkasnya. (bawaslu.go.id)
Discussion about this post