Tomorala, Ambon: Pengelolaan dana Biaya Operesional Sekolah (BOS) tahun 2017 Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) diduga ‘bocor’ dan terindikasi korupsi. Hasil audit BPK RI Tahun 2018 menemukan pengelolaan dana di bidang pendidikan itu oleh dinas terkait dilakukan tidak sesuai mekanisme, bahkan tidak ada pertanggungjawaban.
“Pengelolaan dana bantuan operasional sekolah senilai Rp 24.972.040.000,00 tidak dilakukan sesuai mekanisme dan tidak disajikan dalam laporan keuangan daerah,” tulis salah satu poin di laporan BPK tersebut seperti dilansir dari harian Kabar Timur, Koran lokal terbitan Ambon, hari ini.
Menanggapi hasil audit BPK ini, Anggota Komisi C DPRD SBB Andarias Kolly mengaku tidak tahu menahu adanya laporan tersebut. Namun menurutnya, jika itu temuan, patut ditindaklanjuti ke institusi penegak hukum.
“Nanti kita hearing dulu, karena ada mekanisme. Tapi kalo beta, bawa saja ke ranah hukum. Mereka yang terlibat harus bertanggungjawab atas kasus ini,” tegas politisi PDIP itu dihubungi melalui telepon seluler, Sabtu (15/6).
Kolly mengaku, sebetulnya banyak temuan menyangkut penyimpangan pengelolaan keuangan negara bidang pendidikan di Kabupaten SBB. Terungkap sesuai laporan masyarakat, laporan guru sekolah maupun temuan komisinya ketika reses di kecamatan.
Seperti apa tindak lanjut komisi, Kolly menjelaskan, biasanya dinas dipanggil untuk dimintai keterangan guna menyelesaikan persoalan. “Tapi apakah itu ditindaklanjuti atau tidak nanti saya cek lagi,” imbuhnya. Ketua DPRD SBB Hans Rutasouw mengaku, rekomendasi BPK RI tetap menjadi agenda pembahasan. Terkait dana BOS dimaksud menurutnya, uang tidak masuk ke rekening kas daerah, tapi langsung ke rekening masing-masing sekolah.
Dijelaskan, dana BOS dikelola oleh masing-masing sekolah setelah dicairkan dari Dinas Provinsi Maluku. Sekolah lalu menyampaikan laporan pertanggungjawaban ke Dinas Pendidikan Kabupaten SBB. Selanjutnya, Dinas lalu menerbitkan SP3B untuk disampaikan ke bagian akuntansi Pemda SBB.
Di lain pihak dana tersebut tidak dimasukkan dalam mekanisme APBD karena, fisik dananya memang tidak masuk ke kas daerah. Sehingga tidak dimasukkan dalam pos penganggaran untuk Dinas Pendidikan. Denga begitu menurut Rutasouw, hanya dua pihak yang harus bertanggungjawab, yakni sekolah dan Dinas Pendidikan Provinsi Maluku.
Diakui, jika memang ada penyimpangan dana BOS jelas merugikan dunia pendidikan di daerahnya. Penegak hukum disilahkan mengusut.”Iya pihak hukum juga harus jalan jika memang ada persoalan hukum. Kewenangan kita hanya berikan rekomendasi untuk diperbaiki, tapi kalau ternyata tidak, maka langkah hukum,” ujarnya.
Karena hanya berkewenangan memberikan rekomendasi, apakah harus masuk ranah hukum, tandas dia, tergantung sekarang apakah sudah ditindaklanjuti oleh pihak sekolah dan dinas terkait di Pemda provinsi atau belum. (KTA/MN)
Discussion about this post